Kamis, 28 Oktober 2010

ANTARA SAHABAT DAN CINTA

ANTARA SAHABAT DAN CINTA
Waktu terus berjalan dalam irama keteraturan yang sangat menganggumkan. Matahari tak pernah letih terbit dari cakrawala timur, dan menghilang kembali di ufuk barat ketika senja menyapa. Siang berganti malam. Malam yang hitam kelam itu tidak menjadi menakutkan karena ada bintang dan bulan yang selalu setia menemaninya sehingga malam tak terasa mencekam melainkan terasa indah. Aku kagum dengan bulan yang selalu setia menemani kemanapun bumi berotasi, dia tidak pernah mengeluh, ataupun marah. Dengan setia bulan mendampingi bumi tanpa rasa lelah. Entah itu malam entah itu siang.  Kelihatan maupun tidak kelihatan melalui kasat mata mereka selalu bersama. Aku ingin persahabatanku dengan Zeza seperti bulan dan bumi. Tak pernah terpisahkan.
Semburat matahari pagi merambat diantara rumah-rumah yang bersuasana sejuk, bersih dan indah, ku membuka jendela dan sejenak berdiri di dekat jendela menikmati udara pagi yang masih bersih. Pandanganku tertuju ke arah langit. Pagi hari ini langit begitu cerah. Terdengar burung-burung berkicau, ikut meramaikan suasana pagi. Ku hembuskan dan menarik nafas panjang sambil memejamkan mata mencari ketenangan. Berharap pagi yang cerah  ini adalah awal yang baik bagiku untuk menjalani suratan takdir. Setelah puas menghirup udara pagi, ku beranjak menuju kamar mandi. Dan harus bersiap-siap pergi ke kampus. Karena hari ini ada kuliah pagi.
Setelah mata kuliah selesai, ku putuskan pergi kesuatu tempat. Ku ingin melepaskan semua beban yang ada di dalam hati.  Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit akhirnya sampai juga. Ku duduk di atas pasir sambil melihat indahnya ombak yang bergulung-gulung. Angin yang berhembus mempermainkan rambutku yang panjang dan hitam kelam yang sengaja ku gerai hingga membelai-belai wajahku.  Di sinilah dulu aku sering menghabiskan waktu bersama Zeza. Masih teringat betul dimana aku dan Zeza bercanda, tertawa dan menangis bersama di tempat ini. Ketika aku sedang menghadapi masalah dia akan selalu setia mendengarkan semua keluh kesahku. Zeza tidak penah protes ataupun mengeluh jika tiba-tiba saja aku marah-marah kepadanya tanpa alasan yang jelas.
“ Fen, ada awal pasti akan ada akhir, begitu pula dengan pertemuan pasti ada perpisahan, meski tidak sekarang, toh kita akan berpisah.” Perkataan itu masih terngiang-ngiang di telingaku ketika waktu itu Zeza memutuskan untuk pindah sekolah ke Jakarta mengikuti ke dua orang tuanya. Tak terasa air mata ku jatuh ke pipi.
4 tahun yang lalu, aku berada di tempat ini. Namun bedanya, dulu aku ke sini bersama dengan Zeza tidak sendiri. Waktu itu dia berpamitan kepadaku. Dan dia berjanji jika satu bulan sekali dia akan main ke Yogyakarta untuk menemuiku. Meski berat namun aku harus melepaskan kepergiannya. Aku akan bahagia jika sahabat ku bahagia. Semoga sahabatku itu tidak akan pernah melupakan ku, sahabatnya.
Namun rencana manusia sering tidak sejalan dengan rencana Tuhan, Sang Pengatur Hidup. Sebab ternyata kemudian perpisahanku waktu itu adalah pertemuanku yang terakhir dengan Zeza. Ketika Zeza akan ke Yogyakarta untuk menjumpaiku, pesawat yang Ia tumpangi terjatuh, dan dia meninggal dalam kecelakann maut itu.
Baru satu bulan aku di tinggal oleh seseorang yang sangat aku sayangi dan berharga dalam hidupku. Kini aku harus kehilangan kembali orang yang aku sayangi untuk yang kedua kalinya. Namun bedanya, jika Zeza meninggalkanku untuk selama-lamanya karena menghadap sang Pencipta, tapi Mas Roy pergi meninggalkan ku hanya untuk sementara. Setelah lulus SMA Mas Roy melanjutkan kuliah di Australia. Mas Roy mengejar semua impiannya, meski hati ini berat untuk berpisah dengannya, namun mau tidak mau aku harus merelakannya pergi, toh yang paling penting dia hanya pergi untuk sementara dan Mas Roy berjanji setelah kuliahnya selesai, dia akan langsung pulang untuk menjumpaiku, lalu kita akan membangun mahligai cinta kita berdua. 4 tahun aku hidup berkubang duka dan kesedihan. Perasaan bersalah terhadap Zeza masih tertanam kuat di dalam hatiku. Seandainya saja waktu itu aku tidak meminta Zeza untuk menjumpaiku, mungkin sekarang dia masih hidup dan berada disini bersama ku. 4 tahun pula aku berkabung membuatku tak penah berkeinginan untuk keluar rumah. Aku selalu mengunci diri di dalam kamar. Berulang kali Mama dan Papa mengingatkan diriku untuk melanjutkan kehidupku sebagaiamana mestinya.
Begitu besar rasa kehilangan itu sehingga sampai sekarang pun aku masih selalu saja merasa jika dia ada didekatku. Zeza dan aku bersahabat sejak kami berdua duduk di bangku SLTP. Empat tahun bukan waktu yang sebentar, banyak kenagan manis yang kita buat bersama, dia sahabat terbaikku dan akan selalu menjadi sahabat terbaikku sampai kapanpun.
Karena hari sudah mulai sore, aku pun bangkit dari posisi duduk kemudian berdiri dan berjalan menuju parkiran sepeda motor. Sebenarnya aku masih ingin berada disini lebih lama lagi, tetapi karena hari sudah sore dan juga pastinya orang-orang di rumah akan cemas jika aku terlambat pulang. aku pun pulang.
Semenjak kematian Zeza aku lebih senang menyendiri dan juga diam. Aku lebih suka menghabiskan waktu ku di dalam kamar di bandingkan harus jalan-jalan dengan teman-teman. Bukan karena aku tidak mempunyai teman, namun aku malas saja untuk keluar rumah.
Suasana kantin siang ini sepi tidak seperti biasannya. Aku sedang menikmati Es jeruk sambil mengenang sahabat ku. Ketika seseorang menyapaku.
“Hai, boleh aku duduk disini?” lamunanku dalam seketika itu juga buyar. Ku menoleh kearah sumber suara berasal, ku hanya  membalas jawabannya tersebut dengan sekulum senyuman yang artinya aku setuju.
“Terima kasih, Aku Vani.” Dia menyebutkan nama dan mengulurkan tangan kepadaku.
Ku sambut uluran tanganya belum sempat aku memperkenalkan diri Ia sudah berkata lagi.
“Kalau tidak salah , kamu Feny kan? Anak Fakultas Ekonomi Menejemen semester akhir.”
“ Ya benar, aku memang feny yang kau maksud”
“Serius kan kamu tidak keberatan aku duduk disini?” Vani bertanya kepadaku.
Anak ini aneh kenapa dia meski bertanya seperti itu, padahal dia cewek kenapa harus merasa tidak enak segala pertanyaannya seperti cowok saja ketika mau mengajak kenalan cewek.
“Ya aku serius, lagian ini juga tempat umum jadi siapa saja boleh duduk di situ.”
 Semenjak di kantin siang itu, aku dan Vani menjadi akrab, entah kenapa saat Vani berada di dekatku aku merasa Zeza juga berada didekatku. Sering kali Vani main ke rumahku walau hanya sekedar ngobrol tak jelas ataupun mengerjakan skripsi bersama. Kami berdua pun sering menghabiskan waktu keluar hanya untuk makan atau mencari buku untuk referensi sekripsi kami. Melihat perubahanku  yang sudah mau keluar rumah dan tidak hanya mengurung diri di dalam kamar Mama dan Papa sangat bahagia.
Setelah lulus kuliah, kebetulan aku dan Vani diterima kerja di perusahaan yang sama, kami berdua sangat bahagia mengetahui hal itu, itu artinya aku dan Vani akan selalu bersama-sama. Tiga tahun, bukan waktu yang sebentar. Aku bahagia karena sekarang aku sudah menjabat sebagai Direktris, sebuah jabatan yang selama ini aku  impi-impikan, akhirnya menjadi kenyataan.
Suasana kantin kantor siang itu sepi tak seperti hari-hari biasanya, hanya terlihat beberapa orang saja yang sedang makan siang. Tiba-tiba saja ku teringat Vani, dia lagi apa ya kira-kira saat ini? Sudah 2 minggu ini aku tidak bertemu dengannya. Vani sedang di tugaskan pergi ke Singapura katanya cuma 14 hari tapi entah kenapa sampai hari ini dia belum sampai di Indonesia. Kangen juga kalau tidak ada Vani, walau jika ada dia kepala ku ini setiap harinya di bikin pusing olehnya.
Malam ini ku tak dapat tidur. Dengan tiba-tiba saja bayangan Mas Roy menyeruak kembali ke dalam otakku. Setelah kepergiannya, ku tak tahu akan kabar beritannya lagi, karena No Hp nya tidak bisa di hubungi, Email ku juga tidak pernah di balas, dan dia juga tidak pernah mengirim surat kepadaku.  Mas Roy telah lupa dengan janjinya dulu untuk tidak akan lupa kepadaku. Tapi bodohnya aku sampai sekarang aku masih berharap jika suatau saat nanti dia akan datang dan memenuhi semua janjinya. Untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia.
Kalau Mas Roy tidak lupa akan diriku mana mungkin sampai saat ini dia belum menemuiku maupun menelfon padahal jika di hitung-hitung dia sudah terlambat pulang selama 2 tahun. Apa mungkin dia sudah mempunyai istri. Sudahlah untuk apa aku memikirkan orang yang tak jelas dan belum tentu jiuga dia memikirkan aku.  lebih baik aku istirahat karena besok aku harus bangun pagi untuk rapat.
Pagi ini aku mendapat kejutan di kantor. Vani sudah kembali dari Singapura, aku bahagia sekali karena sekarang aku tidak kesepian lagi dan ada orang yang akan membuat ku tertawa.
“Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu pulang kemaren malamaku kan bisa jemput kamu.”
“Fen, aku kan ingin ngasih kejutan sama kamu.”
“Gitu ya, terus mana oleh-oleh buatku.”
“Banyak tenang saja, ada di mobil.”
Kalau Vani sudah cerita maka dia tidak bisa di hentikan, dia akan terus saja bercerita dari A sampai Z tidak ada yang terlewatkan sedikit saja. Aku merasa ada yang aneh pada diri Vani, tapi apa aku tidak tahu.
Baru saja aku berkumpul dengan Vani. Kita harus berpisah lai kaena sekarang giliranku yang di tugaskan ke kalimantan, karena ada sedikit masalah di kantor cabang di Kalimantan. Demi profesionalisme pekerjaan aku harus pergi.
Ketika aku di Kalimantan, Vani cerita kalau waktu dia berada di Singapura, dia berkenalan dengan seorang cowok dan dia pun jatuh cinta kepadanya. Sekarang aku jadi tahu kenapa ku merasa ada perubahan pada diri Vani setelah Ia pulang dari Singapura. Tapi Vani tidak mau memberitahu ku nama Pria yang telah berhasil mencuri hatinya itu. Kata dia, dia akan memberitahuku siapa nama pria itu jika dia sudah resmi pacaran. Sebagai teman yang baik aku memberi dukungan penuh kepadanya.
Tugasku di Kalimantan selama 1 bulan sudah selesai. Aku sudah tak sabar lagi untuk sampai di rumah, namun sayang tak ada keluarga maupun sahabat yang menjemputku di bandara, terpaksa aku harus naik taxi. Vani tidak bisa menjemputku karena dia sedang makan malam dengan pria yang sedang dekat dengannya, sedangkan seluruh keluarga ada di kampung, di Jakarta aku hanya tinggal sendiri.  
Sesampainya di rumah aku langsung menuju ke kamar, untuk mandi dan kemudian ingin langsung tidur. Ku rebahkan tubuhku di ata tempat tidur namun belum sempat ataku terpejam ada satu kotak kecil berwarna merah muda di atas meja rias yang mengusikku. Dari siapa gerangan bingkisan itu, karena penasaran dengan bingkisan misterius itu aku pun beringsut bagun,  dan menuju ke meja rias. Dengan perlahan ku buka bingkisan tersebut. Betapa terkejutnya diriku setelah mengetahui apa dari isi kotak  kecil tersebut dan lebih-lebih setelah aku membaca pesan dan nama pegirimnya, apakah ini nyata? Atau ini semua hanya mimpi? Ku cubit wajahku, terasa sakit jadi aku tidak sedang bermimpi, dan ini nyata. Jadi Mas Roy telah kembali tapi dimana dia sekarang, tapi sudahlah sedang apa dan dimana dia sekarang yang paling penting kini aku tahu jika dia tidak pernah melupakkan aku dan kini dia kembali untuk menepati janjinya. Setelah selesai membaca isi pesan dari Mas Roy dengan hati-hati ku melipat kertas merah jambu itu dan berjalan menuju ke tempat tidurku kembali.
Karena hari ini aku mendapat libur, aku sengaja bangun siangan. Aku terbangun ketika matahari sudah menyilaukan mata. Setelah selesai mandi aku langsung pergi ke bawah cacing di perut ku ini dari tadi sudah demo karena dari kemaren siang aku tidak makan. Tapi rasa lapar yang dari tadi sudah menyiksaku hilang begitu saja, saat aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri di samping meja makan sambil tersenyum kepadaku.
“Pagi tuan putriku,,”
Ku hanya terdiam, ku tak yakin dengan penglihatanku sendiri apa kah yang ada di depan mataku itu benar-benar Mas Roy atau itu hanya bayangan wajah Mas Roy saja atau jangan-jangan sekarang ini aku belum terbangun dari tidurku dan ini semua hanyalah mimpi belaka. Ku cubit lenganku, sakit berarti ini memang nyata. Pria yang bertubuh tegap itu menghampiriku, kemudian Ia memelukku sambil berbisik di telingaku.
“Sayang kamu sedang tidak bermimpi maupun berkhayal, ini kenyataan, aku telah kembali untuk memenuhi janjiku.”
Dunia seakan hanya milikku saat ini. Kebahagiaan yang tiada terkira kini sedang ku rasakan. Orang yang selama ini ku nanti kini sudah berada disampingku. Tak sia-sia selama ini aku berkorbankan waktu ku untuk menunggunya dan menolak setiap pria yang ingin menjadi kekasih hatiku.
 Sekarang aku tahu kenapa Mas Roy terlambat 2 tahun untuk menemuiku. 2 tahun yang lalu saat dia kembali ke Australia  dia sempat ingin memjumpaiku langsung, namun atas pertimbangan berbagai hal dia tidak menjumpaiku langsung. Dia malah pergi ke Singapura untuk bekerja di sana, setelah 1 tahun di sana dan dia tahu bahwa aku masih setia menunggunya dia pun mempunyai inisiatif untuk mempersiapkan pernikahan kami dan setelah semuanya selesai dia akan menjumpaiku dan mengajaku langsung menikah. Mengetahui itu semua aku sangat bahagia tapi aku juga sebel dengan seluruh keluargaku, mereka semua sudah tahu akan hal itu tapi mereka tidak memberitahuku. Dan sekarang semuanya sudah siap tinggal menunggu tanggalnya saja. Aku ingin segera mengabarkan berita gembira ini kepada Vani.
Jam 12.00 waktunya makan siang. Aku menemui Vani di ruang kerjanya, kemudian mengajak dia makan siang. Ku bermaksud memberitahu perihal rencana pernikahanku dengan Mas Roy.
“Van, aku ada kabar gembira untukmu.”
“Jangan salah, tidak hanya kamu yang punya kabar gembira, aku juga punya kabar gembira buat kamu,”
“Ya sudah kalau begitu, kamu dulu deh aku belakangan saja, memang ada kabar gembira apa sich? Membuat aku penasaran saja.”
“Ok, sabar sedikit kenapa? Fen kamu masih ingat pria yang tempo hari aku ceritakan, aku senag sekali karena dia berencana untuk Stay di Jakarta, akau bahagia banget.”
“Ya masih ingat lah, aku juga senang mendengarnya, memangnya kalian sudah jadia, terus siapa namanya.”
“Kirain dah lupa, aku belum jadian sama dia makanya doain aku biar cepat jadian denganya, dengan menetapnya dia di Jakarta aku kan jadi bisa dekat terus dengannya?”
“Lantas bagaimana dengan pria itu, dia suka dengan kamu atau tidak? terus kamu juga harus tahu apa pria itu punya cewek atau tidak? Namanya siapa?”
“ Namanya Roy Bagas Handiarto.”
Dunia ini seolah-olah berhenti berputar ketika ku mendengar siapa nama pria yang di cintai oleh sahabatku itu. Seandainya detik ini kiamat, biarlah kiamat. Kakiku mendadak lemas.
“Kok diam Fen, katanya kamu juga punya kabar bahagia untukku, apa?”
Aku harus bilang apa kepada Vani, apakah aku harus bilang yang sesungguhnya jika aku sebentar lagi mau menikah dan calon suamiku itu adalah orang yang di cintainya, itu tidak mungkin, aku tahu Vani pastinya akan sangat sakit hati.
“Tidak ada apa-apa, aku bahagia saja kemaren bisa jalan-jalan di Kalimantan.”
“Oh,,cuma itu, kirain kamu mau menikah,,”
Hatiku seakan berhenti berdetak. Dalam hatiku berkata. “Memang itu yang sebenarnya ingin aku sampaikan ke padamu Van jika aku akan menikah.”
Malam ini begitu mencekam hawa dingin merasuk samapi kesum-sum tulan belakangku. Musim hujan datang membuat susana yang membuai alam di saat malam hari. Dan kehidupanpun teras sunyi dan sepi. Ku menghirup udara dingin itu dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, berusaha untuk melepaskan semua beban yang sedang bertahta di dalam dadaku saat ini.  Aku sedang di hadapkan kepada dua pilihan yang ku tak bisa memilih salah satu, karena aku menginginkan kedua-duannya, ke dengarannya memang egois namun apa boleh buat aku tidak bisa meninggalkan salah satu karena aku membutuhkan mereka berdua. Namun bagaimanapun aku harus memilih satu diantara dua pilihan.
Aku tahu ini akan menyakiti Mas Roy dan juga aku sendiri namun aku harus mengambil keputusan ini. Aku tidak akan pernah bisa melihat sahabat baikku menderita. Apa lagi jika sahabatku itu menderita akan perbuatannku maka aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Lebih baik aku yang menderita dari pada sahabatku yang menderita apa lagi aku bisa seperti ini juga atas bantuan dari keluarganya Vani.
Sudah ku tebak sebelumnya jika Mas Roy tidak akan menerima keputusanku begitu saja. Dengan tia-tiba membatalkan rencana pernikahan kami secara sepihak tanpa alasan yang jelas. Sehingga siang itu Mas Roy datang ke kantorku. Dan dia meminta pejelasanku. Namun aku harus jawab apa? Ku tak tahu.
“Fen, maksud kamu apa memutuskan rencana pernikahan kita dengan tiba-tiba. Seandainya aku salah aku minta maaf, tapi please jangan batalkan rencana pernikahan kita.”
“Sudahlah Mas, tidak usah di bahas lagi. keputusaku sudah bulat.”
“Aku tidak bisa menerima keputusanmu, pandang mataku Fen, dan katakan jika kamu tidak mencintaiku, baru aku bisa menerima kenyataan itu, dan aku akan merelakanmu hidup bahagia dengan pria siapa saja yang kamu pilih menjadi pendamping hidupmu.”
Mana mungkin aku bisa mengatakkan itu, aku sangat mencintainya, ku tak sanggup harus mengatakkannya, tetapi jika tidak dia tidak akan melepaskan aku.
“Kenapa diam kamu tidak bisa kan, karena kamu sangat mencintaiku.”
“Kamu salah aku tidak mencintaimu dan aku sudah mempunyai pengantimu.”
Mas Roy langsung memelukku. ”Aku tahu kamu bohong, kamu itu sangat mencintaiku.”
Tetapi naas di saat seperti itu tiba-tiba saja.Vani masuk keruanganku tanpa ketuk pintu dulu, dia melihat ku ada di dalam pelukkan Mas Roy, menyadari hal itu aku langsung melepaskan diri dari pelukkan Mas Roy . Vani berlari berhambur keluar kantor, aku segera mengejarnya. Aku yakin dia telah salah paham, pasti dia berfikir jika aku telah merebut pria yang dia cintai.
“Vani, dengerin aku, ini tidak seperti yang kamu fikirkan.”
“Memang kamu tahu apa yana aku fikirkan? kamu penghianat, aku tidak sudi bersahabatan denganmu, mulai sekarang persahabatan kita putus, aku benci kamu.”
“Van, aku mohon dengerin dulu penjelasanku.” Vani tidak menghiraukan perkataanku, dia terus berlari dan berlari, bahkan larinya semakin cepat. Dia menyeberang jalan tanpa menoleh kanan dan kiri, ku lihat dari arah kanan ada sebuah taxi yang melaju dengan cepat.
“ Van, AWASSS!!!!!! ku berlari dan mendorongnya. BRAAAKKK. Semuanya menjadi gelap.
1 bulan kemudian.
Pagi itu Roy, pergi ke rumah Vani untuk menyampaikan sesuatu dari Feni untuk Vani, yang sebulan lalu Feni titipkan kepadanya, sebelum Feni pergi. Semula Vani tidak mau menerimanya karena dia masih membenci yang namanya Feni.
“Vani, kalau kamu tidak mau menerimanya aku yakin kamu akan menyesal dan menyalahkan dirimu sendiri seumur hidup  mu.” Kemudian dengan perlahan Vani membuka kotak yang di berikan oleh Nino yang katanya dari Feni, Vani penasaran dengan isi kotak tersebut. Selembar kertas berwarna pink, dan foto-foto mereka berdua berada didalam kotak itu. Vani mengambil kertas berwarna pink tersebut dan kemudian membuka lipatannya dengan hati-hati.
Dear sahabatmu
Apa kabar Van? Aku harap kondisimu sudah pulih. Aku minta maaf jika langsung atau tidak langsung aku telah menyakiti hatimu. Sebenarnya Roy itu calon suamiku, dia adalah cowok yang pernah aku ceritakkan kepadamu dulu. Dan karena ku tahu kamu juga mencintainya, aku berencana untuk merelakannya untuk mu, aku mundur. Aku bahagia jika kamu bahagia.aku ingi setelah kepergiannku ini kamu dengan Roy bisa bersatu, aku yakin kamu bisa membahagiakan Roy. Van titip Roy ya,,
Mungkin itu saja yang bisa aku sampaikan. Van aku benar-benar minta maaf.
Love
Sahabatmu
“Roy, Feni dimana? Aku ingin bertemu dengan dia.”
“Semuanya sudah terlambat. Kamu tidak bisa bertemu lagi dengannya.”
“Maksud kamu apa? Feni pindah keluar negeri atau keluar kota.”
“Tidak,,Saat menolong kamu saat itu, dia terluka parah, dia sempat sadar 2 hari namun setelah itu keadaanya memburuk, dan ji,,,ji,,jiwanyan ti,,ti,,ti,,tid,,,ak tertolong.”
Vani menyesal kenapa dai tidak mau mendengarkan penjelasan sahabatnya waktu iti, dan seharusnya dia akan percaya kepada sahabatnya itu. Namun menyesal tiada arti.
Kini Roy pun tahu kenapa kekasihnya itu 1 bulan yang lalu memutuskan seperti itu. Dia tersenyum dan di dalam hatinya berkata. “Sungguh bangganya aku bisa mencintaimu Fen, semoga kamu di alam sana bahagia.”

1 komentar: