Kamis, 28 Oktober 2010

PERJALANAN CINTA, FENY

PERJALANAN CINTA, FENY
Apakah cinta ini salah? Kenapa meski ada cinta diantara aku dan Mas Zarfa. Kenapa Tuhan meski Mas Zarfa yang mampu mencairkan  hatiku yang selama ini beku. Apakah aku salah jika aku bersikap seperti ini? Kenapa cinta ini tak dapat ku tepis  dari hidupku. Cinta ini sungguh menyiksaku, aku mencintainya dengan setulus hatiku. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku ini bersamanya. Menjalani hidup bersama dalam suka maupun duka.
Kisah cintaku dengan Mas Zarfa tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kisah cinta itu membuat awal sendiri tanpa di rencana. Kisah cinta inipun tak pernah ku ingikan sama sekali , tak ku inginkan. Namun siapa yang mampu menolak perasaan yang bernama cinta.
Kisah cinta ini berawal saat aku dan Mas Zarfa tanpa sengaja bertemu. Mas Zarfa adalah suami sahabatku Selly namanya, kami bisa saling mengenalpun karena Selly yang mengenalkannya. Sore itu aku pergi ke toko buku, tanpa di sengaja disana aku bertemu dengan selly dan suaminya.
“Hay Fen apa kabar,”
“Hay,,,kabarku baik seperti yang kamu lihat, kamu sendiri?”
“Aku juga baik, oh ya perkenalkan ini suamiku,”
“Zarfa.”
“Feny, jadi kamu sudah menikah? Kok aku tidak di undang sich.”
“Bukannya tidak mau mengundangmu Fen, tapi pernikahanku hanya di hadiri keluarga dekat saja, jadi tidak ada pesta kok, Fen.”
“Oh gitu,,,”
“Kamu sendiri?”
“Aku masih sigle.”
“ Yang bener,,,,:”
“Kapan aku boong sama kamu?”
Sore itulah awal perkenalanku dengan Mas Zarfa. Entah siapa diantara kami yang memulai hubungan terlarang itu, yang ku ingat  hubungan terlarang itu mulai terajut ketika aku telfon Selly namun yang mengangkat telfonku itu Mas Zarfa. Waktu itu ysng kami bicarakan hanya sekedara tanya kabar dan cerita bagaimana ceritannya Mas Zarfa bisa menikah dengan  Selly sahabatku itu. Aku  tidak pernah terfikirkan jika percakapan ku dengan Mas Zarfa akan berlanjut. Mas Zarfa sering mebnelfonku dengan alasan tanya soal bola karena memang kami berdua memiliki hoby yang sama yaitu menonton bola namun lama-kelamaan aku merasa ada sesuatu yang hilang ketika satu hari saja Mas Zarfa tak menelfonku. Perasaan apakah ini?.
Entah sadar atau tidak sadar mulai saat itu kita bedua menjadi saling membutuhkan satu sama lain. Memang awalnya kita berdua hanya smsan dan telfon dan pembicaraan kamipun hanya sekedar gurauan namun lama kelamaan kami berdua merasa tidak cukup hanya mengobrol lewat telfon.
Siang itu kita berduapun berjanji untuk pergi keluar bersama hanya untuk sekedar makan siang bersama. Jujur aku sangat bahagia sekali.
“Mas,,terima kasih lho sudah mau menemaniku makan siang.”
“Sudahlah tak usah mengucapkan terima kasih, dan jika ucapan terima kasih itu harus di ucapkan juga seharusnya aku yang mengucapkannya, karena kamu sudah mengizinkanku untuk menemanimu makan siang, habis ini kamu langsung balik kekantor atau kemana dulu?”
“Aku langsung balik ke kantor.”
Mulai saat itu kami berduapun menjadi sering bertemu bahkan pertemuan ku dengan Mas Zarfa pun sudah menjadi jadwal harianku. Hampir setiap hari kita berdua bertemu entah pada waktu makan siang, makan malam ataupun di pagi hari. Aku tahu dan aku sadar jika ini semua salah namun ku tak berdaya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku tidak mau menyakiti hati Selly. Aku takut,  karena aku yakin lambat laun Selly pasti akan tahu juga hubungan spesialku dengan Mas Zarfa, ku tak bisa membayangkannya jika Selly tahu dia pasti akan sangat murka terhadapku. Dia pasti akan menganggap ku sebagai penghianat. Namun aku juga tak bisa mengenyahkan perasaan yang ada di dalam hatiku ini. Ku tak sanggup untuk kehilangan Mas Zarfa. Selama ini aku sudah berusaha melepas Mas Zarfa namun semakin ku berusaha untuk melepas cintaku kepadanya namun semakin besar pula rasa cinta ini kepadanya. Bayangan wajahnya selalu menghantuiku. Jika seandainya cinta ini bisa ku alihkan kelain hati pasti sudah ku alihkan, cinta yang seharusnya tidak pernah ada. Dan jka saja cinta ini mudah diarahkan.
Siapa orangnya yang mau menjadi orang ketiga didalam hubungan orang lain? Aku rasa tidak ada satu orangpun yang mau didunia ini begitu pula dengan ku, aku pun tak ingin menjadi orang ketiga dalam rumah tangga sahabat ku. Namun apa yang bisa aku perbuat semuanya mengalir begitu saja.
Rasa takut, cemas, bersalah dan cinta pun bercampur menjadi satu. Ingin sekali aku membuang perasaan cinta ini jauh-jauh. Ku tak ingin disebut sebagai wanita perebut suami orang, apa lagi suami dari sahabatku sendiri, seperti peribahasa pagar makan tanaman. Aku harus bisa memngambil sikap, aku tidak boleh terus menerus seperti ini. Karena jika seperti ini terus itu semua hanya kan menyakiti diriku sendiri.
Malam ini hujan turun sangat deras. Ku buka jendela kamar, udara dingin pun langsung menyapa tubuhku. Namun apalah artinya dari dinginnya udara dan sunyinya malam ini, karena dingin dan sunyinya malam ini masih kalah dengan dingin dan sunyinya hatiku. Suara jangkrik yang memekikkan telingan dan membuyarkan sunyinya malam seakan menggambarkan hatiku yang saat ini sedang tersiksa. Aku tidak tahu apakah keputusanku ini sudah tepat atau tidak. Aku berharap jika keputusanku yang ku ambil adalah keputusan yang tepat baik bagiku, Selly maupun Mas Zarfa sendiri. Ku menarik nafas panjang kemudian mengeluarkannya secara berlahan”Ya aku harus mengambil keputusan ini, apapun resikonya nanti biarlah aku tanggung.” Aku akan meninggalkan Mas Zarfa dan membirkan Selly hidup bahagia dengan Mas Zarfa, aku  tidak ingin bahtera rumah tangga yang mereka bangun dengan penuh cinta itu harus hancur berantakkan tanpa sisa hanya karena adanya aku. Biarlah cintaku ini seperti ini. Biarlah kasih sayangku tidak tersambut. Besok aku akan pergi dari sini dan mulai kehidupanku yang baru. Meski aku tahu melupkan Mas Zarfa itu bukan hal yang mudah karena cinta ku kepadanya adalah cinta yang tulus, dan cinta yang tulus itu tidak harus memiliki, aku akan bahagia jika orang yang ku cintai bahagia. Keputusanku meninggalkan Yogyakarta bukanlah perkara yang mudah, aku harus meninggalkan semua keluarga dan juga pekerjaanku. Besok di kota yang baru, aku harus hidup sendiri tanpa keluarga, aku juga harus memulai karierku dari nol lagi memang semua itu tidak mudah namun ini jalan terbaik yang harus aku ambil agar tidak ada satu keluarga yang hancur.
Hari ini langit begitu cerah, aku beranjak dari tempat tidurku, dan melirik jam di atas meja. Aku terperanjat jam menunjukkan pukul 06.00 wib. Kalau tidak segera mandi aku akan ketinggalan pesawat, apa lagi jika liburan seperti ini jalanan meski Yogyakarta masih tergolong kota kecil namun ramenya tidak kalah dengan kota Jakarta. Tak ku sangka jika pagi ini akan mejadi pagi terakhirku disini. Aku akan pergi kenegeri antah berantah dimana tak ada satu orangpun yang aku kenal disana. Aku ambil handuk kemudian pergi menuju kamar mandi.
“ Mbok semua barangku sudah dimasukkan kekoperkan? Jangan sampai ada yang tertinggal.”
“Sudah Non,,”
TING TONG
“Mbok coba lihat siapa yang datang,,” wanita separoh baya yang ku panggil Mbok itu pun pergi ke depan untuk, melihat siapa yang datang. Dan tak lama kemudia dia pun sudah kembali lagi ke kamarku.
“Siapa yang datang Mbok?”
“Mas Zarfa Non.” Aku yang sedang sibuk memasukkkan baju kekoperpun tersentak mendengar nama Mas Zarfa disebut Mbok Darmi.
“Yang benar Mbok?” aku belum percaya jika yang datang itu Mas Zarfa.
“Benar Non,,”
“Ah si Mbok jangan bercanda,,”
“Benar Non jika yang datang itu Mas Zarfa, terus katanya dia mau bertemu dengan Non,,”
Detak jantungku pun seakan berhenti berdetak saat Mbok Darmi bilang seperti itu. Kenapa Mas Zarfa datang kemari dan kenapa pula pagi-pagi seperti ini. Bukan seharusnya jam segini dia berangkat ke kantor
“Mbok tolong, masukan baju-baju ku ini jangan sampai ada yang ketinggalan! Aku tinggal ke depan sebentar.”
“Baik Non.”
Aku tak mengerti kenapa tiba-tiba saja kakiku ini sulit untuk melangkahkan. Dengan hati berdebar kencang ku berjalan menuju keruang tamu, dengan perlahan ku turunin  anak tangga satu persatu. Sesampainya di ruang tamu aku mendapati seorang pria sedang menatap fotoku. Begitu mempesonanya pria yang berada di depanku itu, wanita mana yang tak tertarik kepadanya.
“Hay, Mas ada perlu apa?”  sepertinya Mas Zarfa terkejut.
“Maaf jika telah mengejutkan mu.”
“Tidak apa,,” Mas Zarfa pun kemudian duduk. Namun dia hanya diam saja tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, sampai kemenit 5 dia belum juga bicara. Aku sangat tersiksa dengan suasana seperti ini. Terdengar beberapa kali dia menarik nafas panjang dan keras, seakan dia sedan mencari ketenangan dan mengumpulan keberanian untuk bicara kepadaku.
“Fenn,”
“Iya Mas,,” akhirnya dia bicara juga.
“Fenny, apa kamu tidak bisa membatalkan kepergiannmu, aku tiddak bisa jauh-jauh darimu, aku sangat mencintaimu, kamu pun begitukan, aku yakin kamu tidak bisa hidup tanpaku, Fenny jujur aku tidak ingin berpisah denganmu, aku mohon kamu jangan pergi.”
Tenggorokkanku menjadi sakit karena kering menahan tangis. Hatiku berkata”Sebenarnya sama Mas, aku pun juga tidak ingin kita berpisah, bahkan aku ingin menghabiskan sisa umurku bersama dirimu, akupun juga sangat mencintaimu. Apa yang kamu katakan itu semuanya benar. Tapi kita tetap harus berpisah karena cinta ini tak seharusnya ada dan cinta ini adalah sebuah kesalahan. Dan alangkah jahatnya diriku jika tetap disini dan berada diantara Mas Zarfa dan Selly. Aku tidak mungkin menyakiti hati sahabatku demi kebahagiaanku sendiri, hidupku tidak akan tenang hidup bahagia diatas penderitaan orang lain apa lagi orang itu adalah sahabatku sendiri.
“Kenapa diam Fen? jawab Fen, kamu jangan membuatku seperti orang gila seperti ini.”
“Apa yang meski aku jawab Mas,,” air mataku yang sejak tadi ku bendung kini terjatuh satu demi satu dan semakin deras siap untuk membanjiri kedua pipiku.
“Semuanya sudah jelas Mas bahwa cinta diantara kita ini seharusnya tidak pernah terjadi karena ini sebuah kesalahan. Dan maaf Mas aku harus tetap pergi, aku tidak ingin gara-gara aku rumah tanggamu dengan Selly hancur berkeping-keping.”
“Bukankah cinta itu anugerah dari Tuhan, jadi apa kesalahannya, aku mencintaimu dan kamu pun mencintaiku jadi apanya yang salah.”
“Cinta itu memang anugerah terindah dari Tuhan dan cinta juga tak pernah salah, namun yang salah adalah waktu Mas, kenapa kita bertemu, saling mengenal dan saling jatuh cinta saat kamu sudah menikah dengan sahabatku.”
“Tapi Fen aku sangat mencintaimu,,”
“Jadi begini hubungan kalian berdua di belakangku? Aku tidak menyangka.” Aku dan Mas Zarfa tidak tahu dari kapan Selly berdiri disitu. “aku sudah curiga beberapa minggu belakangan ini, kamu itu tega Fen, kamu tahu bukan kalau Mas Zarfa itu suamiku, kenapa masih kau embat juga, aku tidak menyangka jika sahabat ku yang selama ini aku puja dan ku sangkanya baik malah menusukku dari belakang. Fenny aku sangat kecewa sama kamu amat sangat kecewa.”
“Selly ini tak seperti yang kamu fikirkan,,,”
“Cukup Fen,,cukup,,aku sudah tak ingin lagi mendengarkan perkataanmu, dimataku sekarang kamu seorang pengkhiant, selama ini kamu pandai sekali bersandiwara menjadi seorang sahabat yang baik di depanku jadi tak sulit lagi buatmu untuk membuat kebohongan untuk menutupi belangmu, dasar munafik,,Kamu tu tak ubahnya seorang PELACUR.”
PLAK...tangan Mas Zarfa mendarat dipipi kanan Selly, tidak hanya Selly yang terkejut mendapat tamparan dari Mas Zarfa, aku pun tidak kalah kagetnya dengan Selly, aku tidak menyangka jika Mas Zarfa akan berbuat seperti itu.
“Mas Zarfa kamu menamparku, kamu menamparku cuma gara-gara Fenny, aku tidak menyangka kamu setega itu kepadaku, Istrimu sendiri,, kamu puas Fenny, kamu menang, dan mulai detik ini juga kamu bukan sahabatku lagi“. Selly berlari keluar,,,di susul oleh Mas Zarfa.
Air mataku pun meleleh deras, bukan perkataannya Selly yang membuat hati terasa teramat sakit, namun perasaan besalahku yang telah menyakiti hatiku sendiri. Aku sangat jahat karena gara-gara diriku kini rumah tangga sahabatku menjadi retak. Hanya karena cinta kini persahabatan yang sudah 10 tahun aku dan Selly lalui kini berakhir dengan pertengkaran dan permusuhan cuma gara-gara pria. Tak terfikir jika persahabatnku dengan Selly akan berubah menjadi permusuhan jangankan terfikirkan dibenakkupun tidak pernah.
Begitu dalamnya cintaku kepada Mas Zarfa hingga sampai sekarang aku belum bisa melupakannya. Belum ada seorang priapun yang bisa menggantikan posisi Mas Zarfa di hatiku. Selama ini aku sangat tersiksa dengan memendam perasaan ini. 2 tahun sudah aku meninggalkan Yogyakarta dan tinggal di Bandung tak sedikit pria yang berusaha menarik perhatianku namun entah kenapa hatiku ini tak kunjung cair.
Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang pria yang bernama Candra, aku hanya menganggap dia sebagai teman dan tak cukup 5, 6 kali dia mengungkapakan perasaannya kepadaku bahwa dia mencintaiku. Dia tidak pernah putus asa untuk berusaha menarik perhatianku dan memenangkan cintaku.
Meski sikapku sangat keras terhadapnya namun itu tidak menjadikannya kapok untuk mendekatiku bahkan semakin aku kersain dia semakin semangat mendekatiku.
“Fenny, memang salahku itu apa sehingga kamu itu sepertinya sangat marah jika bertemu deganku, memang ada yang salah jika aku mencintainya?,”
“Aku tidak bilang kamu mencintaiku itu salah namun masalahnya aku tidak menyukaimu, dan tindak-tindakkanmu selama ini hanya membuatku pusing, jujur semua polahmu itu sudah mengganggu ketenangan hidupku.”
“Jadi semua yang ku lakukan untukmu selama ini  membuatmu terganggu dan kamu merasa tersiksa karena itu, aku minta maaf  Fen, aku tidak mempunyai niat bersikap seperti itu, itu semua aku lakukkan karena aku sayang kepadamu, dan jika kamu terganggu, aku berjanji kepadamu aku tidak akan menganggumu lagi dan juga tidak akan berharap cinta mu itu untukku, bagiku mencintaimu saja itu sudah cukup.”
Candra benar-benar memenuhi janjinya sejak saat itu dia tidak pernah lagi merayu dan mengirimi bunga untukku. Dia pun tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di depanku. Di kantorpun aku juga tak pernah melihatnya lagi. Tapi kenapa ya sepertinya ada yang hilang dari diriku. Aku jadi kangen dengan semua kekonyolan, rayuan dan juga bunga-bunga dari Candra.
Suatu siang aku dengar jika Candra akan mengambil S2 di Australia, kenapa hatiku menjadi sakit saat mendengar kabar itu, sepertinya hati ini tak rela jika Candra harus pergi jauh. Akankah aku selama ini aku sebenarnya telah jantuh cinta kepadanya namun aku tidak menyadarinya. Oh Tuhan jika benar aku mencintainya jangan sampai aku kehilangan cintaku untuk yang ke dua kalinya. Aku beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan kerjaku. Aku ingin bertemu dengan Candra.
“Pak Candra ada?” sesampainya di rungan kerja Candra aku bertanya kepada sekertarisnya apakah Candra ada atau tidak.
“Maaf bu,,Pak Candranya saat ini sedang menuju ke Bandara,”
“Untuk apa dia ke Bandara? Bukannya keberangkatannya masih satu minggu lagi, lagian saya juga belum menerima surat pengunduran  diri darinya.”
“Sekali lagi saya minta maaf Bu surat pengunduran Pak Candra langsung saya berikan kepada Pak Roy, itu semua atas perintah dari Pak Roy. Dan Pak Candra pun sudah 3 hari yang lalu tidak masuk kantor, dan keberangkatan Pak Candra ke Australia dipercepat jadi hari ini, beliau berangkatnnya.”
“Apa? Hari ini?”
“Iya bu,”
“Ya sudah kalau begitu.”
Aku bergegas menuju kemobil dengan perasaan cemas, mudah-mudahan aku masih bisa berjumpa dengan Candra sebelum ia pergi, aku tidak mau jika harus kehilangan cinta buat yang kedua kalinya. Namun rupa-rupanya cinta tak berpihak kepadaku aku terlambat, Candra sudah pergi. Kini aku harus kembali kehilangan cintaku untuk yang kedua kalinya. Ya ini semua salahku, salahku yang terlambat menyadari cinta.
2 tahun kemudian
Ku mendengar kabar jika Candra studynya sudah selesai dan akan segera kembali ke Indonesia, betapa senangnya hati ini ketika  aku mendengar kabar itu, dalam hati berharap jika cinta Candra kepadaku belum berubah. Ketika nanti dia sudah sampai di Indonesia aku akan mengatakan jika aku juga mencintainya dan akhirnya aku dan Candra akan hidup bersama.
Semua impianku dalam sekedip matapun luluh lantak, karena ternyata Candra sudah mempunyai tunangan dan 3 bulan pesta perkawinananya akan digelar sungguh dilema sekali kisah cintaku ini. Apa salahku sehingga cinta tak mau berpihak kepadaku.
Hari sabtu ini aku putuskan untuk pergi ke puncak. Aku ingin mencari ketenangan. Beberapa tahun ini begitu banyak masalah yang harus aku hadapi yang membuat hari-hariku terasa capek. Aku tidak tahu ini semua sudah rencana Tuhan atau apa.
Aku sedang lari pagi sambil menikmati udara pagi yang masih bersih, nampak disekitar kanan dan kiriku terdapat pohon-pohon teh yang hijau sungguh sangat indah, udara pagi di puncak yang dingin pun membuat tubuhku menggigil meski aku sudah memakai jaket. Ku tarik nafas panjang dan ku keluarkan secara perlahan, aku merasakan kedamaian dan ketenangan hati. Tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara seseorang. Dan suara itu tak asing untukku dan tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih  kencang dari pada biasanya.
“Hay, Fen, apa kabar?”
Aku balikkan badan. Ternyata benar yang sedang didepanku itu Candra, seorang pria yang aku cintai. Jika saja aku tidak ingat kalau dia sudah mempunyai tunangan dan akan segera menikah maka aku akan memelukknya untuk melepaskan semua rindu yang selama ini tersimpan rapat-rapat didalam lubuk hatiku yang paling dalam. Ya Tuhan aku sangat mencintai orang yang sedang berdiri didepan ku saat ini.
“Fen,,,”
“Ya, maaf tadi bilang apa? aku tidak dengar?”
“Aku tanya bagaimana kabarmu, kamu lagi mikiran apa to kok sampai tidak dengar?”
“Aku tidak lagi mikir apa-apa kok, kabar aku baik, bagaimana dengan kabarmu sendiri?”
“Aku juga baik, kamu lagi ngapain di puncak?”
“Aku cuma lagi ingin melepaskan kejenuhanku saja.”
“Sendiri?” tanya Candra selidiki.
“Ya,,,,kamu sendiri?”
“Aku disini sedang berlibur sama keluarga, sudah lama aku tidak berlibur bersama keluarga besar.”
“Oh,,,,” hatiku menjerit, kenapa Tuhan disaat aku ingin melupakannya dan berusaha untuk mengihklaskan Candra menikah dengan orang yang ia cintai, aku harus dipertemukan kembali dengannya.
“Fen, aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?”
Kira-kira Candra mau tanya soal apa ya, atau mungkin dia mau bertanya apakah aku besok mau datang keacara pernikahannya, ya Tuhan jika benar itu yang akan ia tanyakan aku harus jawab apa? Apa mungkin aku akan kuat melihat orang yang aku cintai bersanding dipelaminan dengan orang lain. Apa aku sanggup? Entah lah aku  tidak tahu.
“Fen, kok diam boleh apa tidak?”
“Maaf,,boleh.” Aku mengiyakan saja pertanyaan yang ingin Candra tanyakan kepadaku, apa lagi dalam hatiku juga bertanya-tanya ingin tahu apa yang sebenarnya candra ingin tanyakan kepadaku.
“Yang aku dengar  dari teman-teman saat aku hendak pergi ke Australia dulu, kamu sempat mengejarku sampai ke Bandara ya? Ada apa?”
Mampus aku, sekarang aku harus menjawab apa, fuih,,,aku tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, seandainya Candra belum mau menikah pastinya aku akan berterus terang kenapa dulu aku mengejarnya sampai Bandara, tapi apa yang harus aku lakukan sekarang.
“Itu,,,”
“Itu apa? “
“Aku cuma ingin minta maaf saja kok sama kamu.”
“Oh,,,,,,,aku kirain?”
Ku mendegar ada nada kekecewaan disana, apakah benar Candra merasa kecewa mendengar jawabanku tadi, jika benar berarti dia menginginkan jawabanku seperti ini kira-kira,”Aku mengejarmu karena Aku mencintimu.” Waduh kenapa aku jadi ngaco seperti ini menghayal yang tidak-tidak saja.
“Kirain kenapa? ”
“Sudahlah tidak usah dibahas lagi soal itu.”
“Aku dengar dari teman-teman dalam waktu dekat ini kamu mau menikah?”
“Ya,,aku memang mau menikah, kamu mau kan datang diacara pernikahanku?”
“Aku belum tahu, jika nanti aku pas ada waktu aku pasti datang, tapi aku tidak janji lho.”
“Ya aku tahu, kamu kan orangnya super sibuk.”
“Bukan begitu maksudku, aku usahain datang.”
“Tidak usah dipaksain jika kamu tidak bisa datang aku bisa mengerti kok.”
Aku sudah tak sanggup lagi untuk berada disini lebih lama lagi, hatiku teramat sakit. Saat ini aku sedang berada bersama orang yang aku kasihi namun aku tak sanggup untuk menjangkaunya.
“Candra aku duluan ya, aku  tunggu undangannya,”
“Kok buru-buru Fen.”
“Aku lupa jika ada suatu pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Aku memang sengaja berdusta kepada Candra hanya untuk bisa menghindar dari nya.
“Aku anterin kamu ya?”
“Sebelumnya terima kasih, aku bisa pulang sendiri kok, nanti takutnya ada yang melihat kita berdua jadi salah paham, aku pulang dulu ya,,”
Aku tidak tahu, aku harus bahagia atau sedih, seandainya akalku  sudah tidak waras lagi, aku akan membalikkan badan dan mengejar Candra, dan kemudian memeluk sambil mengatakan betapa aku mencintainya.
3 bulan kemudian.
Langit pagi hari ini sangat cerah. Sepertinya hari ini akan panas. Suasana pedesaan pada pagi hari sangat indah, udaranya pun masih sangat bersih jauh beda dengan udara di kota yang sudah tak sehat lagi karena adanya pencemaran udara yang di sebabkan oleh asap-asap Pabrik. Suasananya pun damai hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang itu pun menggunakan sepeda ontel jadi  tidak menimbulkan suara bising seperti dikota besar. Karena di desaku ini hanya beberapa orang saja yang sudah mempunyai kendaraan, itu pun masih sebatas sepeda motor sedangkan yang mempunyai mobil cuma Pak Lurah dan keluargaku saja, ya maklumlah desaku ini masih termasuk desa yang terpencil.
 Aku fikir dengan pulangnya aku desa akan menenangkan otak dan hatiku, namun aku salah. Sekarang malah justru orang tua yang mendesakku untuk cepat-cepat menikah karena seusiaku itu seharusnya sudah memiliki anak satu, bahkan teman SD ku dulu sudah mempunyai anak 3. Aku mau di jodoh kan dengan putra dari kenalan Ibu ataupun Ayah, aku jadi pusing. Apa mereka fikir aku tidak bisa cari suami sendiri jadi harus di cari-cariin saja. Sepertinya aku ini tidak laku saja{emang daganngan laku}. Aku terkadang jadi tersenyum-senyum sendiri jika melihat semua keluargaku bingung menjodohkanku dengan pria ini, pria itulah aku hanya tertawa dan geleng-geleng kepala. Jadi dari pada aku stres lebih baik aku kembali ke kota.

Aku sengaja pulang ke desa untuk melupakan Candra dan aku pun memutuskan untuk tinggal di desa buat selamanya namun sayang rencanaku itu tidak bisa aku goal kan, karena perusahaan tidak mengizinkan ku keluar dari perusahaan, aku cuma di kasih cuti sementara. Dan kini ku merasa sudah saatnya aku kembali lagi ke Jakarta, sudah lama aku meninggalkan pekerjaan ku, memang sich perusahaan tidak menentukan batas cutiku, tapi aku juga tidak enak hati kepada bos jika cuti kelamaan, aku takut jika itu semua berdampak kepada perusahaan. Lagian aku fikir aku tidak boleh lari dari kenyataan apa pun yang terjadi baik itu pahit ataupun manis aku harus menghadapinya, jika aku bersikap seperti ini itu hanya akan merugikan diriku sendiri.
Ketika aku masuk kerja lagi aku disambut sangat meriah oleh teman-teman. Aku jadi terharu, bodohnya aku yang pernah berfikir untuk meninggalkan kantor, coba saja seandainya surat pengunduran diriku diterima aku akan kehilangan sahabat-sahabat baikku.
Setelah selesai berkangen-kangenan sama teman-teman aku pun menuju ke ruanganku sudah tak sabar lagi rasanya untuk segera sampai keruanganku itu. Seperti apa ya ruanganku sekarang, ada perubahan tidak ya? Aku pun membayangkan ruanganku yang selama ini sudah seperti rumah kedua buatku. Akhirnya sampai juga, dengan perlahan ku buka pintu, harum bunga mawar meyergap hidungku, ku tolehkan kepalaku kekanan dan kekiri banyak sekali bunga mawar merah, putih dan kuning. Aku takjub sekali ruanganku dihias sedemikian rupa sehingga terkesan seperti alam terbuka aku sangat suka konsep seperti ini. Keren sekali siapa ya yang menghiasnya. aku terusik dengan amplop berwarna merah jambu yang berada di atas meja kerjaku, siapa gerangan yang menaruhnya. Kemudian aku melangkahkan kakiku mendekati amplop tersebut dan mengambilnya. Tertulis To Fenny, berati ini buat ku tapi dari siapa, aku balik amplop tersebut siapa tahu ada nama pengirimnya tapi tak ku temukan. Akupun membuka amplop tersebut secara berlahan.
Dear my love
Selamat datang hony. Aku sangat bahagia sekali saat mendengar kamu akan kembali masuk kerja, sudah lama aku menunggu saat-saat seperti ini dimana kamu kembali masuk kerja. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk berjumpa denganmu. Aku sengaja menghias ruanganmu semoga kamu suka dengan jerih payahku itu.
Sampai sekarang aku masih mencintaimu, tapi aku tidak tahu bagaimana persaanmu yang sesungguhnya kepadaku karena dirimu itu penuh misteri, dan selama ini aku sudah berusaha untuk menjangkau hatimu namun aku tak bisa menjangkau hatimu, karena hatimu itu terlalu dalam untuk ku gapai.
Aku hampir putus asa untuk menunggumu. Dan aku pun hampir saja melalui jalan yang tak seharusnya aku lalui namun besarnya cinta ku kepadaku itulah yang membuatku semangat lagi dan tak jadi melalui jalan yang salah. Jujur cinta ini telah menyiksaku lama karena tak kunjung bertaut.
Aku bukan lah seseorang yang romantis yang bisa membuat kata-kata untukmu. Aku hanya seorang pria yang mencinta seorang gadis dan ingin menghabiskan sisa umurnya dengan gadis yang ia cintai. Aku bukan pria yang kaya akan harta aku hanya mempunyai cinta untukmu.
Fen, will you marry me, please? Aku hanya ingin jawabanmu iya atau tidak saja, tanpa embel-embel apa pun. Aku pun ingin jawabanmu saat ini. Aku tidak mau lagi menunggu, selama ini aku sudah lama menunggumu.
Aku berhenti membaca surat tersebut. Ku hela nafas panjang. Dari siapa gerangan surat ini dan kenapa kata-katanya seperti ini, siapa yang selama ini memendam perasaan cinta kepadaku sepertinya dia sangat tersiksa dengan persaannya itu, karena masih penasaran kelanjutan surat tersebut aku pun melanjutkan membaca surat itu.
Fen aku berharap kamu mau menerima lamaranku ini, aku tidak hanya berharap namun aku sangat berharap sekali kamu mau menerimanya. Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa kepadamu karena buatku untuk berjanji itu sangat berat, karena janji itu adalah hutang aku takut jika aku tidak bisa memenuhinya. Namun aku akan berusaha untuk membahagiakanmu sekuat tenagaku.
Fen jika kamu ingin tahu siapa aku, kamu balikkan badanmu, karena aku dibelakangmu namun sebelum kamu membalikkan badanmu, siapkanlah terlebih dahulu jawaban atas lamaranku itu karena aku ingin jawabanmu saat kamu membalikan badanmu dan melihat siapa aku.
Salam
Yang selalu merindukanmu.
Hatiku menjadi sangat penasaran siapa sich ini cowok. Gila apa itu cowok, mana mungkin aku mengambil keputusan yang sangat penting itu secepat kilat, apa lagi pernikahan itu membutuhkan tanggung jawab yang  besar. Nah sekarang apa yang meski aku lakukan. Mau tidak mau aku harus membalikan tubuhku dan melihat siapa yang sedang berdiri dibelakangku, tapi nanti jawaban apa yang harus aku berikan kepadanya. Sudahlah itu di fikir nanti saja jika aku sudah melihatnya, yang penting sekarang aku tahu dulu siapa pria dibelakangku itu. Sebelum membalikkan tubuhku, ku tarik nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan, ku ulangi keigiatan tersebut beberapa kali. Setelah aku merasa lebih tenang aku pun membalikkan tubuhku. Dunia ini seakan berbalik, semuanya menjadi indah, aku sudah tak bisa berkata-kata lagi setelah tahu siapa yang sedang menatap lekat mataku. Ya Tuhan mimpikah aku? Jika benar ini hanya mimpi jangan biarkan aku terbangun dari tidurku ini ya Tuhan.  Badanku bergetar, suhu tubuhku pun mendadak menjadi panas padahal aku diruangan ber AC.
“Fen, aku menunggu jawabanmu,,”
Aku masih terdiam seperi patung, aku tak percaya dengan penglihatan dan pendengaranku.
“Fen kenapa kamu diam saja, berikan aku jawaban jangan diam saja seperti ini.”
Aku menjubit lembut pipiku, sakit berarti ini kenyataan bukan mimpi, tapi apa benar yang berada di depanku ini adalah pria yang selama ini aku cintai, atau itu orang lain yang aku lihat seolah-olah dia karena rindunya aku akan dia begitu besar sehingga orang lain saja kelihatan seperti dia. Tidak mungkin itu dia bukannya 3 bulan yang lalu dia sudah berencana menikah dengan orang yang ia cintai. Jadi pria di depanku ini tidak mungkin dia.
“Fen kenapa kamu diam atau diammu ini menunjukan bahwa kamu meolak lamranku? Ya sudah kalau begitu, pemisi.”
“Tunggu,,” tiba-tiba saja spontanitas aku berkata seperti itu. “Apa benar yang sedang aku lihat ini adalah Candra Bagaskara?”
“Iya aku Candra Bagaskara.”
Secara spontanitas juga kaki ini berlari kearahnya dan kemudian memeluk Candra, aku sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba saja aku mempunyai keberanian seperti itu. Air mataku pun meleleh. Dunia ini seakan milikku dan hanya ada aku dan Candra.
“Candra aku mecintamu, aku sangat mencintaimu,” aku heran kenapa dengan mudahnya kata-kata itu keluar dari mulutku.
 Candra melepaskan pelukkanku dan kemudian memandangku lekat-lekat, ia menghapus air mataku yang jatuh membasahi kedua pipiku.
“Fen apa benar yang kamu katakan, kamu tidak sedang bercanda bukan atau hanya sekedar untuk menyenangkan hatiku.”
“Apa aku terlihat seperti itu?”
Kemudian Candra memelukku, sambil berkata “Hari  ini aku sangat bahagia sekali, aku tidak menyangka jika kamu mau menerima lamaranku,,aku sangat mencintaimu.”
“Aku juga sangat mencintaimu, sebenarnya sudah lama aku mencintaimu,,”
Belum selesai aku bicara Candra melepaskan pelukkannya dan kemudian memandangku lekat-lekat kembali. “Apa aku  tidak salah dengar jika kamu itu sudah lama mencitaiku? Kalau aku boleh tahu sejak kapan?”
“Kamu tidak salah dengar sayang, aku memang sudah lama mencintaimu. Aku terlambat menyadarinya namun setelah aku tahu jika kamu mau pergi ke Australia aku baru menyadarinya, jika aku itu mencintaimu, tapi sayang aku terlambat.”
“Tapi kenapa disaat kita bertemu di punjak kamu bilang, kamu cuma  ingin minta maaf, kenapa kamu tidak bilang terus terang.”
“Bagaimana aku mau berterus terang kepadamu, aku tidak mau menggagalkan rencana pernikahanmu dan apa lagi aku juga tidak tahu apakah kamu masih mencintaiku atau tidak?”
“Pantesan waktu itu kamu terlihat begitu sedih, ya seandainya saja aku bisa memahamimu saat itu mungkin kejadiannya tidak seperti itu dan kita sudah bersatu sejak 3 bulan yang lalu.”
“Sudahlah Can, tak perlu disesali yang penting sekarang kita berdua sudah tahu perasaan masing-masing,”
“Jadi lamaranku diterima nih, aku bahagia banget,,”
“Eh jangan keburu senang dulu siapa bilang aku menerima lamaranmu?”
“Lho bukannya tadi kamu bilang kamu sayang sama aku.”
“Memang.”
“Nah terus apa masalahnya?”
“Kamu masih berhutang penjelasan kepadaku.”
“Penjelasan yang mana?”
“Tentang rencana pernikahanmu?”
“Oh soal itu, beberapa hari sebelum rencana pernikahan itu terjadi Nita pergi meninggalkan aku dengan pacarnya,”
“Lho kok bisa,”
“Ternyata selama ini aku hanya dimanfaatin dia buat manas-manasin mantan pacarnya.”
“Kasihan kamu Can,,”
“Itu malah anugerah buatku.”
“Kok gitu?”
“Ya iya lah, seandainya dia tidak pergi sama pacarnya itu, mana mungkin saat ini kita berdiri disini berduaan, jadi sekarang kamu mau kan menerima lamaranku.”
“Bagaimana ya, aku fikir-fikir dulu saja ya?”
“Ye enak aja, ya tidak boleh fikir-fikir dulu kamu harus jawab sekarang, perjanjiannya kan seperti itu.”
“Memangnya kenapa meski sekarang?”
“Ya biar aku bisa cepat-cepat menyiapkan pesta perkawinan kita, kalau kamu tidak jawab sekarang berarti kamu menolakku.”
“Lho kok menyimpulkan sendiri seperti itu, aku mau menjadi pendamping hidupmu, sayang.”
“Hore,,,,,,,,,,akhirnya aku bisa meminangmu terima kasih Tuhan,,kalau begitu aku pulang dulu biar besok malam aku bisa melamarmu secara resmi.”
“Apa?, secepat itu?”
“Emang kenapa? Kamu keberatan?”
“Aku tidak keberatan tapi apa tidak terlalu terburu-buru?”
“Apanya yang terburu-buru bukannya kita sudah saling mengenal lama, sudah lama juga kita saling mencintai jadi sekarang mau menunggu apa lagi.”
“Ya udah deh, terserah kamu saja.”
Dengan cepat berita bahagia itu sampai kepada seluruh penghuni kantor. Entah siapa yang menghembuskan kabar itu namun buatku dan Candra itu tidak penting dan memang sudah semestinya jika berita bahagia tersebut di bagi dengan teman-teman, apa lagi aku dan Candra bisa bersatu juga atas bantuan dari teman-teman.
Dua minggu kemudian pesta pernikahan itupun terlaksana. Aku masih tidak percaya dengan ini semua karena semua ini terjadi begitu cepat dan tak pernah terduga sebelumnnya. Terima kasih Tuhan. Kisah cinta ini berakhir bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar